Liburan ke Kampung Halaman Istriku
Beberapa waktu lalu, aku berlibur ke kampung halaman istriku di Sumatera . Di sebuah desa yang cukup jauh dari kota.
Jika kita naik bus, maka setelah turun dari bus di jalan lintas Sumatera, kita masih harus menempuh perjalanan 20 km lagi naik ojek atau mobil travel.
Jalan menuju rumah istriku setelah dari jalan lintas Sumatera tidak begitu bagus. Banyak yang belum beraspal.
Bergelombang dan becek saat musim hujan. Kalau naik mobil, 20 km itu memakan waktu 3 - 4 jam. Bukan karena macet seperti di kota, tapi karena medannya yang sulit. Penumpang mobil seperti diguncang - guncang selama 3 jam perjalanan.
Tapi semua kelelahan itu terbayar saat kita sampai di rumah. Berada di lingkungan pedesaan para transmigran yang asri dan banyak hal baru.
Sebagai anak kampung dari kota, tentu ada banyak hal baru yang aku rasakan di sana. Mulai dari belum masuknya listrik dari PLN (update :sekarang sudah ada listrik PLN), cara bersosial masyarakatnya, jarak pasar yang jauh, banyak perkebunan karet, kelapa sawit dan masih banyak lagi.
Semua itu tentu sesuatu yang tidak mudah pada awalnya bagiku untuk beradaptasi.
Baca juga : Perbandingan Hidup di Desa dengan di Kota.
Singkat cerita, suatu hari beberapa kerabat istri mengajakku mencari ikan gabus di rawa-rawa. Bermaksud baik agar aku ga bosan di rumah terus luntang -lantung.
Sebagai tuan rumah yang ramah, mereka ingin memberikan pengalaman berkesan kepadaku. Ssstt. .atau lebih tepatnya "sebuah pelajaran" kepadaku! ..
Rasakan ini!
"Yaa hitung-hitung nanti bisa jadi bahan cerita2 kalau kamu pulang ke Jawa mas..", bujuk kerabat istriku..
Akhirnya aku iyakan ajakan mereka.. Padahal sebenarnya aku itu :
Sukanya tinggal santap ikan bakar , sembari baca2 majalah "National Geographic di kamar!!
Aku memang sangat keterlaluan!
Yahh demi kekerabatan dan keramahan , "sok cool" akhirnya aku ganti baju. Berkaus polo favorit warna merah, pakai topi tentu saja, aku dibonceng motor mas S.
1 - 2 km perjalanan sampailah kami di sebuah rawa-rawa.
Tadinya aku pikir yang namanya nyari ikan itu tinggal njaring ikan di kolam. Lalu aku tinggal bantuin bawa ember buat wadah ikan yang tertangkap. Yah 1 - 2 jam selesai.
Ternyata tidak ..
Tapi alhamdulillah semua itu bisa aku lalui, demi keramahan kerabat istriku, dan tentu saja demi jaga imej diriku lah..
Kan ga cool banget laki-laki sejati takut nangkap ikan gabus dan pegang belut.
Yah bagaimanapun juga, terimakasih buat mereka. Dapat ikan gabus dan belut 5kg. Lumayan bisa dimasak untuk makan orang serumah.
.....
Ini benar - benar sesuatu yang baru untukku.
Jika kita naik bus, maka setelah turun dari bus di jalan lintas Sumatera, kita masih harus menempuh perjalanan 20 km lagi naik ojek atau mobil travel.
Jalan menuju rumah istriku setelah dari jalan lintas Sumatera tidak begitu bagus. Banyak yang belum beraspal.
Bergelombang dan becek saat musim hujan. Kalau naik mobil, 20 km itu memakan waktu 3 - 4 jam. Bukan karena macet seperti di kota, tapi karena medannya yang sulit. Penumpang mobil seperti diguncang - guncang selama 3 jam perjalanan.
Tapi semua kelelahan itu terbayar saat kita sampai di rumah. Berada di lingkungan pedesaan para transmigran yang asri dan banyak hal baru.
Sebagai anak kampung dari kota, tentu ada banyak hal baru yang aku rasakan di sana. Mulai dari belum masuknya listrik dari PLN (update :sekarang sudah ada listrik PLN), cara bersosial masyarakatnya, jarak pasar yang jauh, banyak perkebunan karet, kelapa sawit dan masih banyak lagi.
Semua itu tentu sesuatu yang tidak mudah pada awalnya bagiku untuk beradaptasi.
Baca juga : Perbandingan Hidup di Desa dengan di Kota.
Singkat cerita, suatu hari beberapa kerabat istri mengajakku mencari ikan gabus di rawa-rawa. Bermaksud baik agar aku ga bosan di rumah terus luntang -lantung.
Sebagai tuan rumah yang ramah, mereka ingin memberikan pengalaman berkesan kepadaku. Ssstt. .atau lebih tepatnya "sebuah pelajaran" kepadaku! ..
Rasakan ini!
"Yaa hitung-hitung nanti bisa jadi bahan cerita2 kalau kamu pulang ke Jawa mas..", bujuk kerabat istriku..
Akhirnya aku iyakan ajakan mereka.. Padahal sebenarnya aku itu :
- Ga suka nyari ikan
- Ga suka mancing
- Ga suka berpetualang di alam liar
- Anak rumahan
- Takut pegang binatang, nangkap ayam saja ga bisa!
Sukanya tinggal santap ikan bakar , sembari baca2 majalah "National Geographic di kamar!!
Aku memang sangat keterlaluan!
Yahh demi kekerabatan dan keramahan , "sok cool" akhirnya aku ganti baju. Berkaus polo favorit warna merah, pakai topi tentu saja, aku dibonceng motor mas S.
1 - 2 km perjalanan sampailah kami di sebuah rawa-rawa.
Tadinya aku pikir yang namanya nyari ikan itu tinggal njaring ikan di kolam. Lalu aku tinggal bantuin bawa ember buat wadah ikan yang tertangkap. Yah 1 - 2 jam selesai.
Ternyata tidak ..
- Aku harus bertelanjang kaki berjalan menyusuri rawa yang becek dan banyak ilalang di sana - sini. Gimana ini? Nanti kalau kakiku nginjak duri gmn? Kalau ada ular gimana? Ini ga safety, telanjang kaki.
- Lokasi di mana ikan berada adalah genangan air seluas kira-kira 40m2. Penuh lumpur dan ilalang. Dan kami harus membersihkan ilalangnya dahulu. 3 jam mungkin bersihkan ilalang dan sangkrah.
- Lokasi tersebut ternyata sangat dalam. Aku tenggelam dalam lumpur sampai ke leher selama proses pembersihan ilalang dan penangkapan ikan. Bagaimana ini kaos favoritku masuk ke lumpur?
- Aku takut pegang ikan sebenarnya. Geli. Dan yang kami cari ternyata bukan hanya ikan, tapi belut juga.. aku takut pegang belut!
- Kami mulai pukul 9 pagi, selesai menjelang ashar. Benar-benar 6 jam yang menyiksa anak kota! !! Anak rumahan!
- Mau nangis rasanya!
Tapi alhamdulillah semua itu bisa aku lalui, demi keramahan kerabat istriku, dan tentu saja demi jaga imej diriku lah..
Kan ga cool banget laki-laki sejati takut nangkap ikan gabus dan pegang belut.
Yah bagaimanapun juga, terimakasih buat mereka. Dapat ikan gabus dan belut 5kg. Lumayan bisa dimasak untuk makan orang serumah.
.....
Ini benar - benar sesuatu yang baru untukku.
Komentar
Posting Komentar